Adds

Friday, January 31, 2020

Profil Pemain Sepakbola Legendaris Bali (2) I Komang Putra Adnyana (IKP)


Tradisi keberadaan kiper hebat asal Bali di timnas Indonesia yang dimulai oleh I Gusti Putu Yasa di tahun 80-an berlanjut pada dekade 90-an. Adalah I Komang Putra yang akrab disapa IKP, kiper PSIS saat menjuarai liga Indonesia tahun 1999 yang menjadi penerusnya. IKP adalah putra Bali kelahiran Denpasar pada 6 Mei 1972. 

Karir profesionalnya dimulai di Arseto Solo, klub legendaris dari kota Solo yang melahirkan striker legendaris timnas Indonesia Ricky Yacobi. Krisis ekonomi dan politik tahun 1998  memaksa pemilik Arseto Solo membubarkan klub tersebut. IKP pun harus berpindah klub di mana PSIS Semarang yang menjadi pilihannya. Sebagai kiper senior posisinya tidak tergantikan di PSIS. PSIS yang hanya dianggap sebagai kuda hitam secara mengejutkan meraih juara Liga Indonesia 1999. Publik mungkin lebih mengingat Tugiyo dan Ali Sunan, dua bintang utama lini depan dan lini tengah PSIS saat itu, tetapi kekuatan PSIS sebenarnya juga terletak di lini pertahanannya. Ada bek tengah senior Bonggo Pribadi, bek kanan timnas Agung Setiyabudi, dan tentu benteng terakhir pertahanan di bawah mistar I Komang Putra. 

Di partai final yang berlangsung di Manado, PSIS harus menghadapi Persebaya yang dikenal sebagai tim impian pada era tersebut. Sepanjang pertandingan lini belakang PSIS diteror oleh para penyerang Persebaya Uston Nawawi, Musa Kallon dan Reinald Pieters. Tetapi IKP bermain cemerlang dan satu gol di menit 85 dari Tugiyo, sang Maradona dari Purwodadi, membawa PSIS menjadi juara.
  

Panggilan timnas pun datang ke IKP. Timnas SEA Games 1999 dan Piala Asia 2000 pun berhasil ditembusnya meski harus bersaing dengan Hendro Kartiko sebagai kiper utama. Sepanjang karir timnasnya kiper bertinggi badan 175cm ini berhasil meraih 12 caps dari pertandingan resmi.

Selepas menjadi juara ternyata prestasi PSIS justru terjun bebas. Jurang degradasi pun menelan mereka di musim 2000. Meski PSIS terdegradasi IKP dan para pemain PSIS tetap banyak diminati oleh tim-tim papan atas.  IKP pun pindah ke Persebaya dan menjadi kiper utama di tim asal Surabaya tersebut. Tidak lama di Surabaya, musim 2001 pemain yang dikenal sangat mengutamakan kedekatan dengan keluarga ini kembali ke Semarang saat PSIS kembali ke level tertinggi liga Indonesia.

PSIS sekali lagi diantarkannya ke final Liga Indonesia tahun 2006 tetapi berbeda dengan 7 tahun sebelumnya kali ini PSIS harus mengakui keunggulan Persik Kediri dan harus puas sebagai runner-up. Tahun 2008 IKP pindah ke Persema Malang selama dua tahun, kemudian ia pun melanjutkan karirnya di Persela Lamongan dan Persis Solo sebelum pensiun sebagai pemain pada tahun 2012. 

Sebagai penjaga gawang IKP termasuk penjaga gawang yang tenang, tidak emosional, dengan kemampuan antisipasi kelas atas. Jarang sekali ia melakukan blunder. Walaupun demikian IKP juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang berani dan motivator bagi rekan-rekannya. Pernah pada saat memperkuat Persis Solo, kepalanya bocor terkena lemparan batu penonton, namun ia tetap ngotot melanjutkan pertandingan meski dengan kepala diperban dan mendapatkan teror penonton terus menerus. Selain itu bukti tingginya determinasi IKP adalah saat dia langsung memperkuat PSIS melawan PKT Bontang di Semarang pada pertandingan sore hari tanggal 18 Mei 2000, padahal pagi harinya ia sedang melangsungkan resepsi pernikahannya di Solo.

Saat ini suami dari Pertiwi ini menjadi pelatih kiper di PSIS Semarang, dia berdomisili di Solo bersama keluarganya namun masih menaruh perhatian sangat besar pada perkembangan sepakbola di Bali.

Tuesday, January 28, 2020

Profil Pemain Sepakbola Legendaris Bali (1) I Komang Mariawan


Om Swastiastu

Tahun 2019 ditandai dengan keberhasilan tim pertama asal Bali menjuarai kompetisi level tertinggi di Indonesia. Keberhasilan Bali United menempatkan Bali di tempat terhormat sebagai salah satu kutub kekuatan sepakbola nasional. Walaupun sebelumnya pulau Bali telah memiliki wakil di kompetisi tertinggi nasional lewat Caprina Bali FC, Gelora Dewata, Perseden Denpasar dan Persegi Gianyar. Tetapi Caprina, Perseden dan Persegi baru dianggap sebagai kuda hitam dan bukan tim yang bisa bersaing meraih juara. Pengecualian adalah Gelora Dewata yang pada Ligina I-IV bisa dianggap sebagai salah satu tim kandidat juara, tetapi sayangnya selalu tersingkir di babak-babak akhir. 

Berbeda dengan minimnya gelar bagi tim asal Bali, pemain sepakbola asal Bali telah mewarnai persepakbolaan nasional sejak lama.Baik di timnas ataupun di klub-klub papan atas Galatama dan Perserikatan. Penulis sendiri lahir pertengahan dekade 1970-an dan tinggal di Malang/Surabaya serta mulai mengikuti perkembangan sepakbola Indonesia di awal dekade 1980-an. Nama-nama pemain asal Bali  yang terkenal pada masa tersebut, antara lain I Wayan Diana, AA Rae Bawa, dan I Gusti Putu Yasa yang bermain di Niac Mitra dan Persebaya.

Serial pemain-pemain legendaris asal Bali berikut ini adalah sedikit sumbangan penulis pada persepakbolaan nasional dan Bali khususnya. Semoga bisa membantu generasi yang lebih muda untuk mendapatkan gambaran kehebatan pemain-pemain asal Bali di dekade 80-an, 90-an,2000-an, dan 2010-an. Semoga perkembangan sepakbola di Bali juga akan ditandai dengan lahirnya pemain-pemain legendaris asal Bali generasi berikutnya yang turut memberi warna persepakbolaan nasional.

Sebenarnya penulis ingin memulai serial ini dengan menapilkan profil I Wayan Diana sebagai pemain Bali tertua yang penulis ingat, tetapi minimnya data tentang beliau maka untuk edisi pertama ini penulis mengangkat nama I Komang Mariawan. yang datanya kebetulan lebih mudah didapatkan. Kebetulan beliau adalah putra asli banjar Gemeh yang bertetangga dengan banjar Suci tempat tinggal orang tua penulis di Denpasar.

Om Shanti Shanti Om




I Komang Mariawan 
I Komang Mariawan adalah putra asli Denpasar. Putra dari I Ketut Anom dan Ni Wayan Nursini ini lahir pada 19 Maret 1976. Rumah keluarganya yang berada di banjar Gemeh membawanya berlatih ke klub setempat, yaitu PS Suci, klub amatir anggota dari divisi utama Perseden Denpasar. Awalnya berposisi sebagai gelandang, adalah pelatih Perseden Denpasar dan Popnas Bali Sutrisno, yang pertama kali menempatkan Komang sebagai targetman

sumber foto: website Arema

Kesuksesan Komang membawa Perseden lolos ke semifinal divisi I Ligina III menarik minat Andi Lala pelatih Persikota Tangerang, tim yang berhasil lolos ke divisi utama Ligina IV. Perpindahannya sangat disesalkan publik sepakbola Denpasar karena saat itu Perseden sedang berjuang untuk kembali berlaga di level tertinggi perspeakbolaan nasional. Tetapi Komang bergeming, baginya untuk mengembangkan karirnya, ia harus berani merantau dan mencoba peruntungan di klub di luar Bali. Di Ligina IV permainannya tidak mengecewakan, bertandem dengan Musa Kallon, lebih dari sepuluh gol ia lesakkan. 

Bertubuh tinggi untuk ukuran pemain sepakbola di Indonesia (183cm), Komang bukanlah tipe striker yang mengandalkan teknik tinggi untuk meliuk-liuk melewati lawan. Ia lebih dikenal sebagai striker yang kuat dalam duel dan merupakan seorang penyelesai yang handal di kotak penalti. Seperti idolanya Marco van Basten dan Ricky Yacobi. Bernhard Schumm, pelatih timnas Indonesia di SEA Games 1999, memujinya sebagai striker terkuat di Asia Tenggara saat itu dan memberinya kesempatan mengikuti seleksi timnas SEA Games 1999. Sayang walaupun menyukai tipikal Komang tetapi Schumm sendiri akhirnya lebih memilih tiga striker senior yaitu Kurniawan Dwi Julianto, Rochy Putiray, dan Widodo C. Putro serta seorang pemain muda berusia 19 tahun yang di kemudian hari akan menjadi legenda sepakbola Indonesia, Bambang Pamungkas.


sumber foto: Tabloid Bola
 
Tidak terpilih di timnas SEA Games 1999, tidak berarti karir Komang menurun di liga Indonesia. Beberapa klub besar seperti PSPS Pekanbaru, PKT Bontang, Arema Malang, dan Persik Kediri pernah ia perkuat. Panggilan pelatnas pun kembali diraih Komang untuk timnas Piala Asia 2000. Klub profesional terakhir Komang adalah Deltras Sidoarjo, kemudian ia kembali ke Bali dan mulai meniti karir kepelatihan. Saat ini ia telah mengantongi lisensi C dari AFC dan mencoba membantu klub pertamanya Perseden Denpasar kembali ke level tertinggi sepakbola Indonesia. Walaupun sudah meniti karir sebagai pelatih Komang saat ini tetap aktif bermain di klub amatir Mitra Devata.