Tradisi keberadaan kiper hebat
asal Bali di timnas Indonesia yang dimulai oleh I Gusti Putu Yasa di tahun
80-an berlanjut pada dekade 90-an. Adalah I Komang Putra yang akrab disapa IKP,
kiper PSIS saat menjuarai liga Indonesia tahun 1999 yang menjadi penerusnya.
IKP adalah putra Bali kelahiran Denpasar pada 6 Mei 1972.
Karir profesionalnya
dimulai di Arseto Solo, klub legendaris dari kota Solo yang melahirkan striker
legendaris timnas Indonesia Ricky Yacobi. Krisis ekonomi dan politik tahun
1998 memaksa pemilik Arseto Solo
membubarkan klub tersebut. IKP pun harus berpindah klub di mana PSIS Semarang
yang menjadi pilihannya. Sebagai kiper senior posisinya tidak tergantikan di
PSIS. PSIS yang hanya dianggap sebagai kuda hitam secara mengejutkan meraih
juara Liga Indonesia 1999. Publik mungkin lebih mengingat Tugiyo dan Ali Sunan,
dua bintang utama lini depan dan lini tengah PSIS saat itu, tetapi kekuatan
PSIS sebenarnya juga terletak di lini pertahanannya. Ada bek tengah senior
Bonggo Pribadi, bek kanan timnas Agung Setiyabudi, dan tentu benteng terakhir
pertahanan di bawah mistar I Komang Putra.
Di partai final yang berlangsung di
Manado, PSIS harus menghadapi Persebaya yang dikenal sebagai tim impian pada
era tersebut. Sepanjang pertandingan lini belakang PSIS diteror oleh para
penyerang Persebaya Uston Nawawi, Musa Kallon dan Reinald Pieters. Tetapi IKP
bermain cemerlang dan satu gol di menit 85 dari Tugiyo, sang Maradona dari
Purwodadi, membawa PSIS menjadi juara.
Panggilan timnas pun datang ke IKP. Timnas SEA Games 1999 dan Piala Asia 2000 pun berhasil ditembusnya meski harus bersaing dengan Hendro Kartiko sebagai kiper utama. Sepanjang karir timnasnya kiper bertinggi badan 175cm ini berhasil meraih 12 caps dari pertandingan resmi.
Selepas menjadi juara ternyata
prestasi PSIS justru terjun bebas. Jurang degradasi pun menelan mereka di musim
2000. Meski PSIS terdegradasi IKP dan para pemain PSIS tetap banyak diminati oleh
tim-tim papan atas. IKP pun pindah ke
Persebaya dan menjadi kiper utama di tim asal Surabaya tersebut. Tidak lama di
Surabaya, musim 2001 pemain yang dikenal sangat mengutamakan kedekatan dengan
keluarga ini kembali ke Semarang saat PSIS kembali ke level tertinggi liga
Indonesia.
PSIS sekali lagi diantarkannya ke final Liga Indonesia tahun 2006
tetapi berbeda dengan 7 tahun sebelumnya kali ini PSIS harus mengakui
keunggulan Persik Kediri dan harus puas sebagai runner-up. Tahun 2008 IKP
pindah ke Persema Malang selama dua tahun, kemudian ia pun melanjutkan karirnya
di Persela Lamongan dan Persis Solo sebelum pensiun sebagai pemain pada tahun
2012.
Sebagai penjaga gawang IKP
termasuk penjaga gawang yang tenang, tidak emosional, dengan kemampuan
antisipasi kelas atas. Jarang sekali ia melakukan blunder. Walaupun demikian
IKP juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang berani dan motivator bagi
rekan-rekannya. Pernah pada saat memperkuat Persis Solo, kepalanya bocor
terkena lemparan batu penonton, namun ia tetap ngotot melanjutkan pertandingan meski
dengan kepala diperban dan mendapatkan teror penonton terus menerus. Selain itu
bukti tingginya determinasi IKP adalah saat dia langsung memperkuat PSIS melawan PKT Bontang di Semarang pada pertandingan sore hari tanggal 18 Mei 2000, padahal pagi harinya ia sedang melangsungkan resepsi
pernikahannya di Solo.
Saat ini suami dari Pertiwi ini
menjadi pelatih kiper di PSIS Semarang, dia berdomisili di Solo bersama
keluarganya namun masih menaruh perhatian sangat besar pada perkembangan
sepakbola di Bali.