Saat ini
berbagai perusahaan dan organisasi mencanangkan “go digital” yang dapat diartikan sebagai melakukan proses kerja dan
layanan secara digital. Tetapi apakah definisi digital sebenarnya? Untuk
beberapa perusahaan, digital berarti segala sesuatu tentang teknologi informasi
dan komunikasi. Bagi yang lain, digital adalah cara baru untuk melibatkan
pelanggan. Sedangkan bagi yang lain lagi, digital merupakan cara yang
benar-benar baru dalam berbisnis. Tak satu pun dari definisi tersebut salah.
Tetapi perspektif yang beragam seperti itu mencerminkan kurangnya keselarasan
dan visi bersama tentang ke mana bisnis harus berjalan. Ini sering menghasilkan
upaya yang salah arah dan mengarah ke hal-hal penting menjadi terlewat, kinerja
yang lamban, atau desain awal yang salah. Digital sendiri mempunyai banyak
definisi, tetapi dalam konteks model ini sendiri ada definisi yang sesuai dari Steward
(2017), yaitu:
“Inovasi untuk menghubungkan teknologi, ilmu data,
peralatan, rancangan dan strategi bisnis untuk mengubah sebuah proses bisnis
atau pengalaman konsumen.”
Cerita sukses
seperti yang dialami oleh Facebook, Amazon, Netflix, dan Google (seringkali
disingkat sebagai FANG) adalah kisah sukses dari perusahaan-perusahaan di era
digital. Walaupun demikian apabila dipelajari lebih mendalam akan terlihat
bahwa kesuksesan mereka tidak muncul begitu saja tetapi berasal dari kejelian
untuk menyaring dan memanfaatkan data digital yang bersumber dari para
penggunanya baik perorangan maupun organisasi. Konsumen secara konsisten
menginginkan pengalaman yang menyenangkan dalam menikmati layanan tanpa
dibatasi platform, produk, promosi dan harga, dan perusahaan-perusahaan ini
secara jeli menyediakannya. Walaupun demikian jauh lebih mudah bagi
perusahaan-perusahaan yang memang berawal di dunia digital seperti mereka untuk
sukses daripada melakukan transformasi pada sebuah perusahaan konvensional
menjadi perusahaan berorientasi digital.
Di era saat
ini bisnis yang ingin sukses dan berkembang tidak bisa mengelak untuk melakukan
transformasi digital. Berbeda dengan pemahaman di kalangan awam yang
mengartikan transformasi digital adalah pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam proses kerja di suatu lembaga atau perusahaan. Transformasi
digital sendiri sebenarnya adalah memberikan prioritas pada pengalaman yang
menyenangkan bagi konsumen dalam mengakses layanan perusahaan. Contohnya salah
satu jaringan hotel terbesar di Amerika Serikat JW Marriot meraih pemasukan $7
Milyar melalui reservasi daring. Di mana kelebihan yang mereka tawarkan pada
reservasi daring adalah penggunaan bahasa dari negara asal konsumen. Sebagai
contoh lainnya adalah pada pengenalan merk global, Coca Cola yang sudah merajai
selama bertahun-tahun sebagai produk Amerika Serikat yang paling dikenali oleh
publik dunia tergeser dominasinya oleh Apple dan Google yang lebih banyak
menjalankan bisnisnya secara digital.
Bila pada
awal tahun 2000-an transformasi digital adalah sebuah pilihan, saat ini hal
tersebut telah menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan agar bisnisnya tidak
tergerus oleh perkembangan jaman. Oplah koran dan media cetak di Indonesia
misalnya terus menurun setiap tahunnya berganti dengan koran atau majalah
daring yang lebih diminati masyarakat di era digital.
Dalam rangka mengendalikan sebuah transformasi digital yang sukses,
sebuah perusahaan perlu untuk memulainya dengan mendefinisikan apa makna
digital untuk mereka dan kesempatan apa yang disediakannya bagi perusahaan.
Pendekatan yang generik akan susah dilaksanakan karena kebutuhan dan situasi
yang berbeda dari setiap perusahaan. Transformasi digital juga tidak bisa
dilaksanakan secara parsial karena harus melibatkan seluruh unit di perusahaan.
Melibatkan semua pemangku kepentingan dan membagi ide bersama-sama merupakan
salah satu bentuk pendekatan yang efektif.
Untuk mengendalikan arah transformasi digital perusahaan perlu untuk
melakukan identifikasi kebutuhan dan kesiapan penerapan transformasi digital di
seluruh bagian perusahaan. Perusahaan juga perlu membentuk tim transformasi
yang bertanggungjawab terhadap segala proses yang berjalan. Tim ini sebaiknya
berada langsung di bawah kendali pimpinan tertinggi di perusahaan
tersebut. Para penanggungjawab ini wajib
menghitung dengan cermat bahwa kebutuhan perusahaan akan perubahan, visi
perusahaan, dan kapasitas untuk perubahan melebihi “biaya” yang harus
dikeluarkan. Biaya yang dimaksud tidak hanya biaya finansial tetapi juga
“biaya” personal dan emosional akibat terjadinya transformasi digital.
Gambar
II.1. Aspek Identifkasi Transformasi Digital
Transformasi
digital yang dijalankan perusahaan atau lembaga banyak menuai kegagalan
disebabkan identifikasi permasalahan yang salah. Banyak perusahaan berpikir
transformasi digital sekedar berfokus pada penerapan tekonologi informasi dan
komunikasi. Akibatnya perusahaan terjebak untuk mengeluarkan dana besar dan
menginvestasikannya pada teknologi dan infrastruktur mahal yang
menyertainya,bukan pada transformasi pola pikir dan perubahan secara organisasi
yang sebenarnya menjadi inti dari transformasi digital. Accenture, sebuah
perusahaan konsultan terkemuka di dunia merumuskan transformasi digital secara
komprehensif seperti dapat diamati pada gambar II.2. berikut ini:
Gambar II.2. Transformasi
Digital secara Komprehensif (sumber: Accenture)
Dari
gambar di atas dapat kita amati bahwa aspek-aspek penting dari transformasi
digital adalah
1) Integrasi Layanan
Integrasi layanan berarti perusahaan
seharusnya mengintegrasikan layanan dalam lingkungan digital. Seorang konsumen
sedapat mungkin bisa mendapatkan berbagai layanan secara terpadu dengan cara
akses yang sama dan waktu yang singkat. Secara ideal seharusnya tidak ada lagi
perpindahan dari satu unit ke unit yang lain dan pengisian formulir yang sama
berulang-ulang dan menyusahkan konsumen.
2) Analisis Penggalian Data
Dengan menerapkan transformasi digital
akan banyak data tersedia, baik data tentang konsumen maupun data internal dari
proses kerja perusahaan itu sendiri. Analisis dan penggalian data menjadi
sebuah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan oleh perusahaan yang telah
melakukan transformasi digital.
3) Manajemen Data
Data yang berhasil didapatkan dan
dianalisis haruslah dimanfaatkan dengan bijak dan terencana. Data tersebut
dapat digunakan untuk meningkatkan layanan kepada konsumen, menawarkan produk
yang sesuai dengan selera konsumen,ataupun memperbaiki berbagai proses kerja di
perusahaan. Hal inilah yang dimaksud dengan aspek manajemen data.
4) Manajemen Konten
Sebaik apapun layanan yang diberikan
apabila kualitas produk tersebut tidak memuaskan konsumen semuanya akan menjadi
sia-sia. Dengan demikian manajemen konten yang merupakan produk utama di
perusahaan berorientasi digital adalah salah satu aspek yang tidak bisa
diabaikan.
5) Pengalaman Omni-channel
Omni-channel adalah berbagai cara konsumen dapat mengakses
suatu layanan, misalnya secara daring atau luring. Artinya perusahaan yang
menerapkan transformasi digital seharusnya memperhatikan seluruh saluran (channel) sehingga konsumen yang
mengakses dengan cara apapun dapat merasa puas pada layanan yang diberikan oleh
perusahaan.
Melingkupi
semua itu perusahaan harus menyediakan suatu ekosistem yang sesuai untuk
penerapan transformasi digital dengan tujuan utamanya memuaskan konsumen dan
mendapatkan keuntungan lebih besar bagi perusahaan.
Salah
satu tantangan terbesar dalam transformasi digital pada sebuah lembaga adalah
mencari personel yang memiliki kompetensi untuk menjalankannya. Riset yang
dilakukan Cognizant pada tahun 2016 dengan mewancarai 420 pengambil keputusan
pada perusahaan atau lembaga di seluruh dunia menguatkan hal tersebut. Lebih
dari 94% responden menganggap bahwa celah keterampilan (skills gap) adalah
penghalang utama transformasi digital. Banyak perusahaan memulai transformasi
dengan unit yang lebih kecil terlebih dahulu atau membuat semacam proyek pilot
di dalam perusahaan/organisasi. Melakukan transformasi memerlukan pergeseran
dari struktur yang kaku dan ini biasanya sulit dilakukan oleh orang-orang yang
sudah lama berada di perusahaan tersebut.
Dari awal pelaksanaan transformasi,
pimpinan harus mengidentifikasi individu yang akan berusaha menolak perubahan.
Umumnya mereka yang sudah termasuk senior atau merasa terancam kedudukannya
akan berusaha menghalangi transformasi tersebut. Walaupun demikian penting
untuk tetap menjalin komunikasi dengan mereka secara transparan dan intensif
sehingga mereka memberikan dukungan pada transformasi tersebut.
Adaptasi
dan antusiame dapat ditumbuhkan dengan menerapkan hal-hal kecil yang bernuansa
digital tetapi mudah dipahami dalam aktivitas kerja sehari-hari.
Mendistribusikan penugasan melalui grup email atau WhatsApp, melakukan
penjadwalan rapat dengan Google Calendar, dan berbagai pendekatan lain yang
dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas komunikasi di dalam lembaga.
Walaupun demikian perlu diingat bahwa aktivitas tersebut bersifat pelengkap dan
bukan pengganti dari komunikasi tatap muka langsung. Untuk lebih meningkatkan
peran serta dan rasa memiliki maka dalam proses transformasi perlu melibatkan
seluruh karyawan. Memberikan prioritas pada ide mereka dan bersama-sama
menggerakkan transformasi digital dapat memberikan hasil lebih cepat dari
transformasi.
Pimpinan
harus selalu siap untuk menjawab pertanyaan sulit dari para karyawan, misalnya
“apa pengaruh seketika dari transformasi digital?”, “apakah posisi saya akan
berubah setelah transformasi dilakukan?”, “apakah lembaga akan merekrut tenaga
baru?”, dan berbagai pertanyaan kritis lainnya. Untuk meyakinkan para karyawan
dan pemangku kepentingan lainnya lembaga harus berfokus pada performa setelah
transformasi dilakukan. Perusahaan harus mengeluarkan lebih sedikit biaya untuk
pemasukan yang lebih besar, tanpa merugikan karyawan yang sudah ada sebelumnya.
Apapun
pendekatan yang dilakukan, sudah bisa dipastikan bahwa transformasi digital
lebih menitikberatkan pada kesiapan sumberdaya manusia daripada teknologi.
Restrukturisasi organisasi, perubahan peran, perubahan standar operasional
prosedur, perubahan dokumen kerja, dan berbagai aspek lainnya sebenarnya lebih
mengarah pada perubahan pola pikir para personel organisasi. Beberapa prinsip
dasar yang menjadi inti dari transformasi digital antara lain adalah:
1(1) Kepemimpinan
Transformasi digital haruslah dimulai
dari pimpinan tertinggi dan diterapkan secara terorganisasi. Seluruh bagian
harus berkomitmen dalam menerapkan transformasi digital. Banyak perusahaan
merasa harus merekrut orang dari luar organisasi khusus untuk menjalankan
transformasi digital.
2(2) Meningkatkan Kompetensi
Menanamkan pemahaman kepada seluruh
pemangku kepentingan di dalam organisasi menjadi syarat mutlak dari
transformasi digital. Dengan demikian perlu pemahaman dan kompetensi yang
setara agar semua pihak bisa menyikapi secara positif transformasi yang dilakukan.
Pelatihan dengan berbagai tema digital adalah salah satu cara meningkatkan
kompetensi dari para karyawan sehingga mereka dapat turut berperan dalam
transformasi.
3(3) Kerjasama
Bagian penting dari transformasi digital
adalah melakukan perubahan struktur yang memungkinkan tiap bagian menerapkan
transformasi digital secara lebih efektif. Tidak hanya sekedar perubahan nama
tetapi juga perubahan mendasar dari tugas dan fungsi suatu bagian. Tim
transformasi perlu menyusun seperangkat indikator performa dan memberikan
insentif pada bagian yang berhasil melakukan perubahan dengan baik.
4(4) Jiwa Wirausaha
Komitmen untuk selalu memberikan layanan
terbaik kepada konsumen. Pada dasarnya tujuan utama dari transformasi digital
adalah memberikan layanan terbaik kepada konsumen dan meningkatkan keuntungan
bagi perusahaan. Hal ini selaras dengan jiwa wirausaha yang selalu berorientasi
kepada konsumen. Jiwa wirausaha juga menuntut perusahaan untuk selalu
berinovasi dan keluar dari zona nyaman.
5(5) Perencanaan dan Investasi
Hasil dan manfaat dari transformasi digital bukanlah
sesuatu yang didapat dengan seketika. Seringkali investasi yang dilakukan saat
ini baru dapat dinikmati hasilnya beberapa tahun kemudian. Dengan demikian
segala bentuk biaya dan belanja dalam proses transformasi digital perlu
dianggap sebagai bagian dari investasi masa depan perusahaan.
Referensi
makalah ini disusun oleh Putu Ashintya Widhiartha (2018), pemakaian sebagian sebagai referensi diijinkan dengan menyebutkan sumber
Referensi
Accenture. (2014). “Accenture Interactive – Point of View Series
Digital Transformation Re-imagine from the outside-in”.
Steward, Peter. (2017). “Organizational Change Management: A Make or
Break Capability for Digital Success”. Cognizant
makalah ini disusun oleh Putu Ashintya Widhiartha (2018), pemakaian sebagian sebagai referensi diijinkan dengan menyebutkan sumber
No comments:
Post a Comment