Salah satu pemain sepakbola Bali
tersukses pada kompetisi nasional adalah I Made Pasek Wijaya. Tiga gelar
kompetisi Galatama berhasil diraih I Made Pasek sebagai pemain Pelita Jaya.
Pada saat Pelita Jaya mendominasi kompetisi Galatama dan menjadi juara di tahun
1989, 1990 dan 1994, gelandang serba bisa ini adalah bagian dari tim (walau
saat Pelita meraih gelar kedua tahun 1990 ia didera cedera panjang).
Karir pemain yang mendapat
julukan Kijang Dewata, karena kecepatan larinya yang luar biasa, dimulai saat ia berhasil menembus Diklat Ragunan
(sekarang SMA Ragunan) pada tahun 1983. Sekolah yang dikenal sebagai sekolah
atlet ini telah menghasilkan atlet-atlet nasional Indonesia dari berbagai
cabang. Adalah sang kakak yang juga pemain sepakbola profesional dan pernah
memperkuat NIAC Mitra, (alm) Made Sony Kawiarda yang mendorong Made Pasek untuk
merantau hingga ke Ragunan. Dari pengalamannya Sony meyakini bakat Made Pasek
akan tersia-sia jika ia puas hanya dengan menjadi pemain sepakbola di Bali
saja.
Tidak mudah bagi pemain kelahiran
Denpasar 5 Juli 1969 ini untuk beradaptasi di perantauan. Apalagi mengingat
saat itu usia Made Pasek masih sangat muda. Ia sempat “melarikan diri” pulang
ke Bali karena rindu kampung halamannya. Tetapi seiring waktu adaptasinya pun
berlangsung semakin lancar. Made Pasek mengaku mendapat inspirasi untuk
mengejar impiannya menjadi pemain nasioanl dari dua pemain Bali yang sempat
menjadi bintang di Persebaya dan NIAC Mitra, I Wayan Diana dan AA Rae Bawa.
Pemain yang di Ragunan satu kelas
dengan Rexy Mainaky, peraih medali emas Olimpiade 1996 dari Bulutangkis, ini
pun akhirnya terpilih menjadi pemain timnas pelajar yang diasuh Omo Suratmo,
Maryoto, dan Burkhard Pape. Timnas pelajar yang saat itu didominasi oleh para
pemain Diklat Ragunan memainkan sepakbola modern. Mereka pun saat itu menjadi
idola publik sepakbola tanah air. Gelar juara turnamen pelajar Asia berhasil
diraih di India pada tahun 1984 dan di Jakarta pada 1985. Made Pasek sendiri
baru ambil bagian pada tim 1985. Final
di Senayan melawan Thailand pada tahun 1985 disesaki oleh para pecinta timnas
Indonesia walaupun turnamen ini sendiri berkelas ”hanya” turnamen pelajar saja.
Popularitas tim ini mungkin bisa disandingkan dengan timnas Primavera pada
pertengahan tahun 1990-an dan timnas U19 besutan Indra Sjafrie yang menjadi
juara AFF U-19 pada tahun 2013. Pemain-pemain seperti Budiman Yunus, Noah
Meriem, Yudi Guntara, Frans Sinatra Huwae, (alm) Ibrahim Lestaluhu, Toyo
Haryono, Bonggo Pribadi, dan tentu I Made Pasek Wijaya dianggap sebagai para
pilar masa depan dari sepakbola Indonesia. Harapan yang sebenarnya tidak keliru
karena para pemain tersebut pada akhirnya memang menjadi tulang punggung di tim
nasional beberapa tahun kemudian.
Cerita sang Kijang Dewata pun
berlanjut di level profesional. Tidak susah bagi I Made Pasek untuk mendapatkan
tim yang berminat mengontraknya. Pelita Jaya yang merupakan tim kaya waktu itu
sedang bersemangat membangun kekuatan untuk mematahkan dominasi Krama Yudha
Tiga Berlian. Made pun dikontrak secara resmi oleh Pelita Jaya. Peran besar
gelandang yang bisa bermain di hampir semua posisi ini pun cukup besar saat
Pelita Jaya meraih gelar pertama mereka tahun 1989.
Panggilan timnas senior pun
datang untuk Made. Timnas PPD 1990 dan SEA Games 1989 pun menjadi panggung
berikut bagi pemakai setia nomor punggung 6 ini. Di SEA Games 1989 Kuala Lumpur
sebuah golnya di babak semifinal sudah membawa satu kaki Indonesia ke babak
final, sayang Thailand berhasil mencetak gol balasan dan akhirnya menang adu
penalti. Hanya perunggu yang bisa didapatkan Made Pasek dan timnas di SEA Games
1989. Di SEA Games 1991 saat di mana timnas Indonesia berhasil meraih emas,
justru Made Pasek tidak bisa memperkuat tim yang diasuh oleh (alm) Anatoly Polosin
tersebut. Bukan karena ia tidak kuat dengan metode latihan fisik ala Polosin
yang legendaris tersebut tetapi karena cedera parah mengharuskan ia harus
beristirahat hampir dua tahun.
Selepas cedera banyak yang
memperkirakan karir Made sudah habis, karena sebagai pemain yang mengandalkan
dribel dan kecepatan diperkirakan ia sudah tidak mampu lagi kembali pada level
seperti sebelum cedera. Tetapi Made Pasek membuktikan bahwa pendapat tersebut
salah, memang ia tidak secepat dulu sebelum cedera, tetapi Made menutupinya
dengan kecerdasan dan visi permainan yang sangat baik. Satu tempat di lini
tengah Pelita Jaya kembali menjadi miliknya. Pelita Jaya sekali lagi
diantarkannya menjadi juara pada kompetisi Galatama 1993/1994. Kompetisi
Galatama terakhir sebelum akhirnya Galatama dan Perserikatan dilebur menjadi
Liga Indonesia (Ligina). Pintu timnas kembali terbuka untuknya, sayang penulis
tidak mendapatkan data pasti berapa caps I Made Pasek untuk timnas, tetapi
perkiraan tidak kurang dari 20 kali karena sebelum cedera Made Pasek hampir
tidak pernah absen dari pertandingan timnas senior.
Kesetiaan I Made Pasek bagi
Pelita Jaya tidak diragukan lagi, ia setia bahkan saat Pelita Jaya berpindah markas
hingga ke Solo pada tahun 2001. Made Pasek baru meninggalkan Pelita di
penghujung karirnya saat ia kembali ke Bali dan membela Persegi Gianyar dan
Persekaba Badung hingga pensiun sebagai pemain pada tahun 2005
.
Kejayaan Made Pasek di sepakbola
Indonesia saat ini diteruskan oleh sang putra I Made Andhika Wijaya. Bek kanan
Bali United berusia 23 tahun ini sudah berhasil mengangkat piala sebagai juara
Liga1 bersama Bali United di tahun 2019. Panggilan timnas pun sudah datang
kepadanya meskipun kesempatan untuk meraih caps pertama bersama tim Garuda
belum ia dapatkan. Walaupun demikian sebagai ayah Made Pasek beranggapan bahwa
Andhika belum sepenuhnya menggunakan potensi yang ia miliki. Ia berharap
Andhika bisa terus meningkatkan diri dan menjadi pilihan utama baik di Bali
United maupun timnas Indonesia.
Setelah pensiun sebagai pemain profesional
Made pun merintis karir di dunia kepelatihan. Dimulai dengan menjadi staf
pelatih di Pelita Jaya, Arema Cronus higga Bali United. Made Pasek saat ini
mendidik putra daerah Bali lewat tim Bali United U-18. "Sekarang jadi
pelatih dari pemain-pemain muda. Tantangannya tidak kalah berat dari tim
senior. Satu tujuan saya, mencetak pemain-pemain lokal Bali agar bisa tembus ke
tim senior dan semoga ke timnas Indonesia," seperti dilansir Indosport
pada tahun 2018. Selain sebagai pelatih di Bali United U-18, saat ini Made
Pasek Wijaya masih bermain bersama para pemain legendaris Bali lainnya di tim
amatir Mitra Devata.