Adds

Sunday, February 9, 2020

Profil Pemain Sepakbola Legendaris Bali (4) I Made Pasek Wijaya


Salah satu pemain sepakbola Bali tersukses pada kompetisi nasional adalah I Made Pasek Wijaya. Tiga gelar kompetisi Galatama berhasil diraih I Made Pasek sebagai pemain Pelita Jaya. Pada saat Pelita Jaya mendominasi kompetisi Galatama dan menjadi juara di tahun 1989, 1990 dan 1994, gelandang serba bisa ini adalah bagian dari tim (walau saat Pelita meraih gelar kedua tahun 1990 ia didera cedera panjang).  

Karir pemain yang mendapat julukan Kijang Dewata, karena kecepatan larinya yang luar biasa,  dimulai saat ia berhasil menembus Diklat Ragunan (sekarang SMA Ragunan) pada tahun 1983. Sekolah yang dikenal sebagai sekolah atlet ini telah menghasilkan atlet-atlet nasional Indonesia dari berbagai cabang. Adalah sang kakak yang juga pemain sepakbola profesional dan pernah memperkuat NIAC Mitra, (alm) Made Sony Kawiarda yang mendorong Made Pasek untuk merantau hingga ke Ragunan. Dari pengalamannya Sony meyakini bakat Made Pasek akan tersia-sia jika ia puas hanya dengan menjadi pemain sepakbola di Bali saja. 

Tidak mudah bagi pemain kelahiran Denpasar 5 Juli 1969 ini untuk beradaptasi di perantauan. Apalagi mengingat saat itu usia Made Pasek masih sangat muda. Ia sempat “melarikan diri” pulang ke Bali karena rindu kampung halamannya. Tetapi seiring waktu adaptasinya pun berlangsung semakin lancar. Made Pasek mengaku mendapat inspirasi untuk mengejar impiannya menjadi pemain nasioanl dari dua pemain Bali yang sempat menjadi bintang di Persebaya dan NIAC Mitra, I Wayan Diana dan AA Rae Bawa. 


Pemain yang di Ragunan satu kelas dengan Rexy Mainaky, peraih medali emas Olimpiade 1996 dari Bulutangkis, ini pun akhirnya terpilih menjadi pemain timnas pelajar yang diasuh Omo Suratmo, Maryoto, dan Burkhard Pape. Timnas pelajar yang saat itu didominasi oleh para pemain Diklat Ragunan memainkan sepakbola modern. Mereka pun saat itu menjadi idola publik sepakbola tanah air. Gelar juara turnamen pelajar Asia berhasil diraih di India pada tahun 1984 dan di Jakarta pada 1985. Made Pasek sendiri baru ambil bagian pada tim 1985.  Final di Senayan melawan Thailand pada tahun 1985 disesaki oleh para pecinta timnas Indonesia walaupun turnamen ini sendiri berkelas ”hanya” turnamen pelajar saja. Popularitas tim ini mungkin bisa disandingkan dengan timnas Primavera pada pertengahan tahun 1990-an dan timnas U19 besutan Indra Sjafrie yang menjadi juara AFF U-19 pada tahun 2013. Pemain-pemain seperti Budiman Yunus, Noah Meriem, Yudi Guntara, Frans Sinatra Huwae, (alm) Ibrahim Lestaluhu, Toyo Haryono, Bonggo Pribadi, dan tentu I Made Pasek Wijaya dianggap sebagai para pilar masa depan dari sepakbola Indonesia. Harapan yang sebenarnya tidak keliru karena para pemain tersebut pada akhirnya memang menjadi tulang punggung di tim nasional beberapa tahun kemudian.

Cerita sang Kijang Dewata pun berlanjut di level profesional. Tidak susah bagi I Made Pasek untuk mendapatkan tim yang berminat mengontraknya. Pelita Jaya yang merupakan tim kaya waktu itu sedang bersemangat membangun kekuatan untuk mematahkan dominasi Krama Yudha Tiga Berlian. Made pun dikontrak secara resmi oleh Pelita Jaya. Peran besar gelandang yang bisa bermain di hampir semua posisi ini pun cukup besar saat Pelita Jaya meraih gelar pertama mereka tahun 1989. 

Panggilan timnas senior pun datang untuk Made. Timnas PPD 1990 dan SEA Games 1989 pun menjadi panggung berikut bagi pemakai setia nomor punggung 6 ini. Di SEA Games 1989 Kuala Lumpur sebuah golnya di babak semifinal sudah membawa satu kaki Indonesia ke babak final, sayang Thailand berhasil mencetak gol balasan dan akhirnya menang adu penalti. Hanya perunggu yang bisa didapatkan Made Pasek dan timnas di SEA Games 1989. Di SEA Games 1991 saat di mana timnas Indonesia berhasil meraih emas, justru Made Pasek tidak bisa memperkuat tim yang diasuh oleh (alm) Anatoly Polosin tersebut. Bukan karena ia tidak kuat dengan metode latihan fisik ala Polosin yang legendaris tersebut tetapi karena cedera parah mengharuskan ia harus beristirahat hampir dua tahun. 

Selepas cedera banyak yang memperkirakan karir Made sudah habis, karena sebagai pemain yang mengandalkan dribel dan kecepatan diperkirakan ia sudah tidak mampu lagi kembali pada level seperti sebelum cedera. Tetapi Made Pasek membuktikan bahwa pendapat tersebut salah, memang ia tidak secepat dulu sebelum cedera, tetapi Made menutupinya dengan kecerdasan dan visi permainan yang sangat baik. Satu tempat di lini tengah Pelita Jaya kembali menjadi miliknya. Pelita Jaya sekali lagi diantarkannya menjadi juara pada kompetisi Galatama 1993/1994. Kompetisi Galatama terakhir sebelum akhirnya Galatama dan Perserikatan dilebur menjadi Liga Indonesia (Ligina). Pintu timnas kembali terbuka untuknya, sayang penulis tidak mendapatkan data pasti berapa caps I Made Pasek untuk timnas, tetapi perkiraan tidak kurang dari 20 kali karena sebelum cedera Made Pasek hampir tidak pernah absen dari pertandingan timnas senior.

Kesetiaan I Made Pasek bagi Pelita Jaya tidak diragukan lagi, ia setia bahkan saat Pelita Jaya berpindah markas hingga ke Solo pada tahun 2001. Made Pasek baru meninggalkan Pelita di penghujung karirnya saat ia kembali ke Bali dan membela Persegi Gianyar dan Persekaba Badung hingga pensiun sebagai pemain pada tahun 2005
.
Kejayaan Made Pasek di sepakbola Indonesia saat ini diteruskan oleh sang putra I Made Andhika Wijaya. Bek kanan Bali United berusia 23 tahun ini sudah berhasil mengangkat piala sebagai juara Liga1 bersama Bali United di tahun 2019. Panggilan timnas pun sudah datang kepadanya meskipun kesempatan untuk meraih caps pertama bersama tim Garuda belum ia dapatkan. Walaupun demikian sebagai ayah Made Pasek beranggapan bahwa Andhika belum sepenuhnya menggunakan potensi yang ia miliki. Ia berharap Andhika bisa terus meningkatkan diri dan menjadi pilihan utama baik di Bali United maupun timnas Indonesia.

Setelah pensiun sebagai pemain profesional Made pun merintis karir di dunia kepelatihan. Dimulai dengan menjadi staf pelatih di Pelita Jaya, Arema Cronus higga Bali United. Made Pasek saat ini mendidik putra daerah Bali lewat tim Bali United U-18. "Sekarang jadi pelatih dari pemain-pemain muda. Tantangannya tidak kalah berat dari tim senior. Satu tujuan saya, mencetak pemain-pemain lokal Bali agar bisa tembus ke tim senior dan semoga ke timnas Indonesia," seperti dilansir Indosport pada tahun 2018. Selain sebagai pelatih di Bali United U-18, saat ini Made Pasek Wijaya masih bermain bersama para pemain legendaris Bali lainnya di tim amatir Mitra Devata.
 


No comments:

Post a Comment